Jumat, 09 November 2012

Ketika Keangkuhan Menemui Ajalnya



Peristiwa 9/11 yang terjadi 2001 lalu, merupakan peristiwa yang memilukan bagi sebagian besar ummat manusia. Bahkan efek yang timbul setelah terjadinya peristiwa itu pun lebih mengerikan lagi. Amerika dan sekutunya secara terang-terangan sepakat untuk memerangi teroris. Kali ini mereka menunjukan kebenciannya itu kepada ummat Islam. Alasannya karena mereka meyakini ummat Nabi Muhammad adalah kalangan yang paling berlawanan dengan hegemoni Amerika. Maka dimulailah agresi militer pasukan Amerika ke berbagai negeri muslim yang saat itu secara tegas menentang Amerika. Pertama, Amerika menyerang Afghanistan pada tahun 2002 dengan alasan mencari Osama bin Laden. Kedua, serangan pada tahun 2003 ditujukan ke Iraq dengan alasan untuk mencari dan memusnahkan senjata pemusnah massal yang dikembangkan oleh rezim Saddam Husein. Ketiga, Libanon kemudian menjadi bulan-bulannan Israel pada tahun 2006 atas dukungan Amerika. Tujuannya adalah untuk mengamankan Israel dari kemungkinan serangan yang akan mengancam integritas negeri Zionis itu. Namun dari semua serangan yang dilakukan, tidak satupun yang dapat dibenarkan. 9/11 hanya sebuah konspirasi yang dijadikan pembenaran atas  penyerangan dunia Islam yang Amerika lakukan, sama halnya seperti Holocaust yang diusung Zionis untuk dijadikan alasan mendirikan negeri Israel di tanah Palestina. Alhasil, ribuan nyawa yang tidak berdosa menjadi korban dari kebengisan ini. Namun para pengamat politik meyakini, tidak satupun dari serangan tersebut yang dianggap sukses. Malah hanya menimbulkan kerugian bagi Amerika karena kerugian materi dan kehilangan putra-putri bangsa terbaiknya di medan perang. Begitupun sama halnya yang dialami Israel ketika melakukan penyerangan terhadap Hamas dan rakyat Palestina di penghujung 2008.

Peristiwa 9/11, sebenarnya tidak selalu identik dengan meningkatnya tensi kebencian bangsa barat(Nasrani) terhadap ummat Islam. Pasca peristiwa tersebut, orang-orang barat cenderung berusaha menggunakan logika mereka untuk memahami akar permasalahan yang sebenarnya. Langkah awal yang mereka tempuh adalah dengan berusaha mengkaji dan memahami ajaran Islam. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kebenaran pernyataan para pembesar negara mereka yang intensif mengkampanyekan kebencian terhadap ummat Islam. Namun sekali lagi, logika mengalahkan segalanya. Mereka yang telah berusaha mengkaji ajaran Islam, tidak seorang pun yang menemukan satu ajaran di dalam Islam yang membenarkan kejahatan dan kebencian terhadap ummat beragama lain. Bahkan mereka mengakui bahwa Islam lebih menekankan kepada aspek ajaran cinta kasih dan toleransi terhadap sesama makhluk ciptaan Tuhan. Itu bukan hanya berlaku terhadap manusia saja, Islam pun memiliki banyak sekali ajaran yang menyuruh manusia bersikap welas asih terhadap flora dan fauna. Dengan kenyataan seperti itu, akhirnya mereka menyadari bahwa tidak satupun yang dikatakan para pemimpin mereka itu benar. Rakyat Amerika sendiri berbalik menyerang pemerintahan Bush karena tersadar atas konspirasi yang dilakukan pemerintahnya setelah mengkaji ulang peristiwa 9/11. Mereka pun berkesimpulan bahwa peristiwa itu hanyalah rekayasa orang dalam Amerika sendiri agar mendapat restu dari Rakyat Amerika untuk mengarahkan moncong bedil ke Timur Tengah.

Fenomena ini tidak muluk-muluk. Pada tahun 2007 saja, ketika di akhir masa jabatan George W. Bush untuk yang kedua kalinya, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah hanya 20% saja dari seluruh 55 negara bagian di Amerika Serikat. Ini merupakan tingkat kepercayaan terendah dibanding seluruh presiden Amerika sebelumnya. Hal tersebut terkait dengan kebijakan luar negerinya yang bersifat agresif, reaktif dan tanpa pandang bulu. Sehingga rakyatnya sendirilah yang harus menanggung beban pajak yang mencekik untuk dianggarkan di medan peperangan. Pengangguran merajalela, bisnis properti dan berbagai aspek lain di kehidupan rakyat Amerika pun merasakan dampak akibat kebijakan pemerintahnya sendiri yang hobi berperang. Ini merupakan hal yang tidak diperhitungkan oleh Bush sebelumnya. Sehingga saat ini Amerika sendiri sudah mengalami kebangkrutan dan digantikan oleh China sebagai penguasa pasar ekonomi dunia. Kini Amerika sedang menghitung hari menuju kehancurannya. Presiden baru (Barack Obama) pun tidak mampu menyelesaikan permasalahan negaranya walau sebesar apapun pesona yang ia miliki. 

Ini merupakan bukti nyata bahwa segala perbuatan yang dilandasi arogansi dan kekejaman tidaklah akan bertahan lama. Lambat tapi pasti, suatu hari pondasi yang membangun perbuatan itu akan hancur luluh bagaikan kapas yang dibakar api. Tidak akan ada yang tersisa kecuali asap dan bau yang sesaat kemudian akan dimusnahkan oleh hembusan angin. Konfusius menasehati kita agar selalu bersikap bijaksana dan lemah lembut. Karena kelemah lembutan dapat mematahkan kekakuan. Dengan kelemah lembutan pula ular pun dapat membunuh seekor kerbau yang sedang mengamuk tidak karuan. Begitupun rezim yang dibangun atas hegemoni dan kekejaman, suatu saat akan jatuh tersungkur dan ambruk tidak berdaya. Berikut ini dapat kita saksikan bagaimana ketika Bush berusaha melecehkan Al-Qur'an dan ummat Islam. Ketika dia bersikeras mencoba berbicara untuk melecehkan, tidak sedikitpun ada bukti yang dapat dijadikan bahan untuk melecehkan citra Al-Qur'an dan ummat Islam. Akibatnya lidahnya pun kelu dan kaku tidak mampu berbicara sepatah katapun di hadapan rakyatnya. Sehingga akhirnya dia pun turun dari mimbar dengan penuh rasa malu. Sekaligus menandai akhir kebohongan dan fitnahnya yang keji terhadap lawan tandingnya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar